The Daily Motivation

Pagi tadi saya bertemu dengan salah seorang teman, sesama alumni organisasi waktu kuliah dulu. Namanya Ria (bukan nama sebenarnya). Kini dia bekerja sebagai manajer di salah satu bank, dengan gaji 2 digit. Kelihatannya menyenangkan memang. Ria bisa membeli apapun yang dia mau. Akan tetapi, di balik kemapanan yang dia nikmati, terselip keluhan-keluhan yang sering ia bagi denganku. Kadang-kadang tentang target yang gila-gilaan, bos yang otoriter, atau rekan kerja yang kurang kooperatif. Baik, sampai disini saya mulai berpikir, dengan kondisi-kondisi diatas, apa yang membuat dia bertahan sejauh ini? Mungkinkah utamanya gaji?

Hari ini kami berdua janji bertemu untuk makan bersama. Jum'at siang adalag waktu paling dinanti oleh para pekerja seperti kami. Istirahat lebih lama sehingga bisa dimanfaaatkan untuk reuni kecil. 

"So, how's your life?", kataku membuka percakapan. Alisnya terangkat dan matanya membesar. "Wow, my life is sooo wonderful. How's yours?". Aku tersenyum setengah dipaksakan. "Yaa..gitu deh". "Hahahaha", ia tiba-tiba tertawa. "Hey, kok lo ketawain sih?". Aku memonyongkan bibir. "Eh..sorry, nggak bermaksud, Na. Gue cuma lagi keingetan sesuatu". Raut mukanya mendadak berubah menjadi serius. "Lo masih inget kan, gue juga dulu ngerasa hidup gue biasa-biasa aja. The "so-so" syndrome. Bahkan gue sering ngeluh daripada cerita yang bahagia ke elo..". Ia menggantungkan kalimatnya. "Na, elo sadar sesuatu gak sih?". Aku memalingkan wajah dari buku menu. "Filosofi lagi?". "Hehe, lebih kepada insight, tepatnya". Aku menyipitkan mata, tanda mulai tertarik. "In the matter of..?"

Dia menegakkan posisi duduknya. Oke, ini adalah kode keras bahwa Ria akan mulai dengan hipotesisnya. Agak teoritis, tapinaku suka. Dibanding gaya tertawanya yang menggelegar, saat ini dia kelihatan sekali elegannya. "Kuncinya cuma satu, Na. Gimana elo mem-break down motivasi besar elo ke dalam motivasi-motivasi kecil setiap hari". "Misalnya?". 

Aku baru ingat bahwa selama sebulan ini, dia jarang mengeluh lagi. "Ya misal, elo pengen beli mobil. Kelihatannya itu impian gak terjangkau buat kita2, ya gak?". "And then?". "Tapi, ketika elo pecah impian elo dalam impian-impian kecil yang lebih konket, dengan sendirinya motivasi elo jg bisa dibikin harian. Jadi lebih achievable gitu". Yak, keluar juga gaya dosennya. Lihat, tangannya mulai bermain di udara".

"Kalau contohnya tadi, ingin beli mobil, ya mulailah browsing spesifikasi mobil, tanya cicilan, dsb. Dengan begitu, motivasi elo akan terpelihara. Kalau impian kita terlalu besar (karena belum di-breakdown), kan bikin fruatasi. Akhirnya nggak termotivasi deh untuk bisa achieve".

"Lalu,apa hubungannya dengan jawaban "life is soo wonderful tadi? Berasa MLM aja". "Lho, ada lah. Dengan kita termotivasi, kita jadi tersugesti untuk bahagia hari demi hari. Dan itu yang akhirnya mendekatkan kita pada impian besar kita". "Oh..gitu",jawabku pendek. "Oia, Na, satu lagi. Hadapi situasi apapun dengan optimis, yaa kadang-kadang optimisme paling ringan adalah dengan menertawakannya, hihi. Once you laugh at your problem, you ein. Asal setelah itu benwar-benar dicari solusinya lho ya".

Hmm, aku mengerti sekarang. Ria yanh kukenal,  telah berubah menjadi lebih positif sehingga lebih termotivasi menjalani hidup. Aku tersenyum dan menemukan beberapa motivasi kecil di kepala.


Comments

Popular posts from this blog

Cultural Leadership

Menjemput Impian

Dear Future Hubby