Posts

Showing posts from December, 2016

Negeri di Awan

Kisah ini terinspirasi dari lagu berjudul sama, dinyanyikan oleh Katon Bagaskara. Tentang seorang guru yang tulus mendidik siswanya. Namanya Pak Afifi. Perawakannya yang pendek, putih dan sipit menjadikannya tampak seperti Samo Hung, aktor legendaris Mandarin kala itu. Beliau adalah guru favorit di sekolah kami. Pembawaannya ramah kepada siapapun, dari kepala sekolah. Beliau seperti buku berjalan bagi kami. Beliau sering menerangkan pelajaran tanpa melihat buku cetak. Saking hafalnya, beliau masih sempat menyisipkan lelucon diantara materi pelajaran. Tapi..ketika ada siswa yang berkali-kali diingatkan untuk tidak berisik dan tetap berisik juga, beliau tak segan-segan melempar mereka dengan kapur tulis. Sehingga, Pak Afifi sangat ditakuti oleh para siswa yang cenderung bandel. Pak Afifi membuat kami belajar bahwa serius dan santai masing-masing ada waktunya. Sepuluh tahun berlalu. Setelah kami menamatkan SMA pun, kami menyempatkan bersilaturahmi ke rumah beliau saat Lebaran. Bahkan

Bunda

Oh bunda ada dan tiada  Dirimu 'kan ada di dalam hatiku... (Bunda, Melly Goeslaw) Tak terasa hari ini kembali kita rayakan hari ibu. Sepertinya baru kemarin, 22 Desember 2015, ketika aku membeli jilbab untuk ibu. Ya, menyayangi ibu memang seharusnya setiap hari, tidak hanya di hari ibu. Namun apa salahnya kita merayakan hari ibu untuk lebih memuliakan beliau?  Ibu, bunda, emak, bundo, biyung. Semua sebutan itu bermuara pada satu sosok. Sosok yang bersedia mengabdikan jiwa dan raganya demi keluarga. Bangun paling awal, tidur paling akhir. Tak pernah kehabisan stok pengertian untuk alpa-alpa anggot a keluarga. Cukup ikhlas untuk mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan dirinya.      Hari ini, mari kita renungkan sejenak peran-peran ibu yang selama ini kita anggap biasa. Mari mendoakan kesehatannya. Mari maklumi kekurangannya (karena kitapun tidak sempurna, kan?). Dan..mari berjanji untuk lebih peduli di hari-hari mendatang. Lovr you, ibu :*.

Never Say Never

Have you ever dealt with something you don't like? Something you never imagine to happen, but it happens anyway. I bet everyone of you have experienced this situation. But some might realize it while others didn't. Lucky for those who realize, since only when we're emotionally aware, then we will get meaning. And it's meaning which makes someone holds on a little bit longer, not easy to give up, upon his dreams. I have a story about this case. Not mine actually, my friend's instead. His name is Iskak. Iskak is 20 years old at that time. Having been just accepted as civil servant in Jakarta, he prepared everything to be Jakarta resident. Bringing his family_his wife and a year old little girl_to the capital region of Jakarta. He was so excited to wait that day comes soon. Accompanied by his friend, he surveyed some developers. He knew that house is the first thing he should buy for his little family. In 3 months, he has already found a residence. Not luxurious, b

Menjemput Impian

Tak terasa 3 bulan sudah aku merantau ke Jakarta. Berawal dari keinginan hijrah ke Jakarta lagi setelah kurang lebih 5 tahun berada di Jogja, rencanaku sempat tidak disetujui oleh kedua orang tuaku. Butuh setahun untuk meyakinkan mereka hingga akhirnya mereka luluh. Tekadku sudah bulat, aku harus kembali ke Jakarta, kota pelabuhan impian-impianku. Oia sedikit flashback, sebenarnya aku sudah pernah bekerja selama 3 tahun di Jakarta, dari tahun 2008-2011. Pertengahan 2011, aku memantapkan diri untuk mendaftar program pasca sarjana Psikologi Industri dan Organisasi di Jogja, seperti impianku selepas kuliah S1. Maka akupun mendaftar tanpa sepengetahuan orang tua. Setelah diterima, barulah aku menceritakan semuanya dan meminta restu. Mereka,terutama ibu, sangat terkejut. Namun akhirnya mereka gembira karena jarak Jogja-Kebumen yang cukup dekat memungkinkan aku untuk lebih sering pulang. Selama hidup di Jogja, aku kuliah sambil bekerja di konsultan training SDM. Dan siapa yang menyangka,

Good Time

I wake at the twilight It's gonna be alright... We don't even have to try it's always a good time (Good Time, Owl City) Petikan lirik lagu di atas mengingatkan saya tentang sebuah organisasi yang saya ikuti semasa menjadi mahasiswa di Unsoed Purwokerto. Namanya Student English Forum (SEF). Sebagai sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berbasis bahasa Inggris, persepsi "eksklusivitas" sudah biasa diterima. Bahkan itupun kesan pertama ketika mendaftar sebagai calon organizer SEF,  yang biasa disebut SEFer. Namun, setelah saya akhirnya diterima menjadi SEFer, kesan tersebut perlahan menghilang dan berganti dengan kenyamanan. Bagaimana prosesnya? Apakah dengan melakukan sesuaty yang terlihat "wow"? Traveling ke tempat yang sedang nge-hits? Atau makan di cafe unik? Ternyata tidak. Kenyamanan kami terbentuk dari hal-hal sederhana. Kami sering "touring" untuk menjenguk rekan yang sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN). Walaupun lokasinya jauh dan te

Resep Andalan Anak Kos

Hai, guys! Kamu anak kos? Bosan dengan menu rendang balado, soto mie, iga bakar, sate ayam...yang semuanya dalam bentuk mie instan? Berikut saya bagikan beberapa bahan dan resep kreatif yang bisa kamu coba : 1. Selalu sediakan saus sambal. Kalau telur ceplok/dadar sudah terlalu mainstream, kamu bisa coba telur kacau (scramble egg) yang dikocok dengan saus sambal.  2. Ingin sayuran tapi males ribet? Cukup beli sayuran bahan sop 1 bungkus dan 1 bungkus kaldu ayam, lalu goreng bersama telur kocok tadi. Jadilah capcay.  3. Berhubung harga kopi di starbucks selangit, yuk bikin sendiri? Campurkan 1 bungkus kopi instan (saya pakai good day yang punya aneka rasa)dan 1 bungkus minuman serbuk coklat (saya pakai milo), masukkan beberapa bongkah es batu, lalu shake dalam tumbler selama 2 menit. Tadaa..minuman starbucks ala-ala siap dinikmati.  4. Saat cuaca dingin, ingin cemilan yang mengenyangkan? Sediakan mentega dan susu. Tinggal beli jagung rebus, serut, campurkan mentega dan milo. Jadilah

Dokter yang Manusiawi

Siang tadi saya memenuhi janji dengan dokter gigi di RSGM UI, Salemba. Saya berangkat dari Jagakarsa jam 08.30 WIB. Diawali dari naik angkot S 15, lanjut M16, lalu M 01, saya perkirakan perjalanan ini akan memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Sengaja saya tidak memakai gojek seperti 2 hari yang lalu. Padahal dengan gojek, cukup 30 menit sudah sampai klinik, hehe. Tapi saya ingin menantang diri untuk menempuh cara "konvensional". Saya penasaran berapa durasi faktualnya, meski sudah tree terbayang rasa deg-degan mengingat jam pendaftaran ditutup jam 11.  Saya melirik arloji. Jam 09.30 WIB. Alamak, ini M 16 masih terjebak macet (untung bukan terjebak nostalgia :D) di Jln.Otista. Masih mendingan sebenarnya. Mobil masih bisa berjalan meski pelan2. Tiba-tiba handphone saya berdering. Dari drg.Arni yang akan menangani saya. Dia mengabarkan kalau hari ini RSGM UI hanya akan buka sampai jam 12 karena staf&karyawannya akan melakukan perjalanan wisata. Saya iyakan saja dulu, tapi dal

Dear Future Hubby

Dear you, my future hubby... How's life? Hope you're doing good, wherever you are. Hope Allah grants His blessing upon your life.  Uhm..lately I'm wondering when we'll meet. Have some greets. And end up realizing that together we'll be very great. But it's probably just a matter of time. The right time, the right reason, with the right person : you. But for this chance, let me tell you my ideas.  First, that I might not be the ideal wife. Having studied psychology deeply, I considered that idealism is created in our own mindset, thus no one else can fit in. Don't you think it's gonna be unfair? The better would be, let's support each another to get the best version of ourselves. And when we reach it, our relationship would bebmuch better than you ever imagined.  Second one, let's make a diorama instead of drama. We've get through many things before, not to be stuck in pointless story. So we'll make it right by two. I will remind y

5 Menit untuk Ratusan Menit Berikutnya

Minggu kemarin saya jalan-jalan ke Pasar Jatinegara. Saya istilahkan jalan-jalan karena tidak ada rencana untuk membeli sesuatu. Saya hanya kangen suasana riuh pasar tradisional, dari tukang parkir yang mengarahkan mobil, penjual dan pembeli bertransaksi, hingga anak-anak yang matanya tak berkedip ketika melewati toko mainan. Bagi saya, itu semua seni. Hiburan setelah seminggu berjibaku di kubikel 2x2 m2. Setelag melewati jembatan penyeberangan, sampailah saya di depan pintu pasar. Seorang penjual bros menawarkan dagangannya. Kasihan melihat penjual yang terlihat lelah di bawah terik matahari, saya akhirnya membeli 2 buah bros berbahan perak bakar dihiasi batu giok. Saya memilih model bros yang tidak banyak mutenya, karena berdasar pengalaman bros yang banyak mutenya kurang tahan lama.  Setelah sampai di rumah, saya mencoba brosnya. Cukup unik, saya suka. Tiba-tiba terdengar suara pintu ruang tamu diketuk. Saya terkejut dan tak sengaja menjatuhkan bros itu. Apa yang terjadi? Batu g

Sudah Sampai

Detik, menit, jam, hari, minggu. Waktu. Bukti bahwa kita bisa menyatu, meski tak selalu. Meter, kilometer.  Jarak.  Bukti bahwa rasa mengalahkan logika. Jauh tapi terasa sedepa. Kilometer per jam. Terlalu cepat, mungkin ini akhir yang terlalu kejam untuk semua jalan terjal yang telah kita taklukkan. Tapi atas nama takdir, tak ada kamus kejam, sayang. Ini ujian keimanan. Aku selalu mencintamu. Tapi ruhmu, biarlah Tuhan yang menjaga. Dan di ujung persimpangan ini,  Ijinkan aku melepasmu pergi. Menjadi bagian hidupmu, meski tidak selamanya, tidak pernah kusesali. Selamat jalan, sayang... #30DaysWritingChallenge_12

Menantu di Mata Mertua

Dilihat dari judulnya, apakah anda mengenali sesuatu yang tak lazim? Ya, betapa selama ini masyarakat lebih sering membahas persepsi mertua di mata menantu. Mertua yang galak, cuek, pelit, bawel, dsb. Meskipun banyak pula mertua yang baik hati dan suka menolong, tetap saja bahasan plnegatif yang lebih populer. Dan, meski belum tentu mewakili keadaan populasi, bahasan negatif tentang mertua seolah menjadi sampel yang perannya signifikan. Tulisan ini terinspirasi dari kisah nyata. Tentang seorang mertua yang sabar dan sholehah. Terhaap menantu, dia menganggapnya seprri anak sendiri. Pembagian kasih sayang (dan materi) juga adil. Misalnya, ketika ibu mertua pulang dari bepergian, dia tidak membedakan antara oleh-oleh untuk anak maupun menantu. Lalu, dia juga bersedia membantu pekerjaan rumah ketika berkunjung ke menanti perempuan. Aku yang hanya menyaksikan beberapa adegan saja dibuat meleleh (dan jadi berharap segera menikah untuk segera mempunyai ibu mertua sebaik dia). Tetapi, di d

Cultural Leadership

Pagi ini saya berdiskusi dengan seorang kenalan di facebook. Temanya apalagi kalau bukan politik. Dia pendukung Ahok garis keras, sementara saya netral. Netral disini bukan berarti abstrain. Aku memilih berdasarkan teori dan pengalaman kepemimpinan yang aku pelajari dalam 4 tahun ini.  Menurut dia, Ahok adalah salah satu gubernur yang membawa perubahan besar dan signifikan bagi Jakarta. Dimulai dari penutupan kawasan Kalijodo secara tuntas, teratasinya masalah banjir, hingga meningkatnya kualitas transportasi umum. Untuk hal ini, saya mengakuinya. Yang membuat kami berbeda pendapat adalah, dia memimpikan gubernur daerah lain juga seperti Ahok. Apakah benar sesederhana itu?  Saya masih ingat ketika tahun 2015 lalu Ridwan Kamil digadang-gadang untuk maju menjadi DKI 1, meski akhirnya beliau memilih tetap menyelesaikan masa jabatan sebagai walikota Bandung. Euforia saat itu cenderung mirip dengan Ahok versi teman saya di tas. Karena Ridwan Kamil bagus dalam memimpin Bandung, beliau ju

The Daily Motivation

Pagi tadi saya bertemu dengan salah seorang teman, sesama alumni organisasi waktu kuliah dulu. Namanya Ria (bukan nama sebenarnya). Kini dia bekerja sebagai manajer di salah satu bank, dengan gaji 2 digit. Kelihatannya menyenangkan memang. Ria bisa membeli apapun yang dia mau. Akan tetapi, di balik kemapanan yang dia nikmati, terselip keluhan-keluhan yang sering ia bagi denganku. Kadang-kadang tentang target yang gila-gilaan, bos yang otoriter, atau rekan kerja yang kurang kooperatif. Baik, sampai disini saya mulai berpikir, dengan kondisi-kondisi diatas, apa yang membuat dia bertahan sejauh ini? Mungkinkah utamanya gaji? Hari ini kami berdua janji bertemu untuk makan bersama. Jum'at siang adalag waktu paling dinanti oleh para pekerja seperti kami. Istirahat lebih lama sehingga bisa dimanfaaatkan untuk reuni kecil.  "So, how's your life?", kataku membuka percakapan. Alisnya terangkat dan matanya membesar. "Wow, my life is sooo wonderful. How's yours?"

Paraf Petisi vs Logical Fallacy

Paraf petisi : boikot Sari Roti. Widih..terdengar gahar (dan keren) ya? Jelas. Ini menyangkut aksi 212 yang difitnah seolah-olah ditunggangi kepentingan politik, sehingga pihak PR Sari Roti merasa perlu mengklarifikasi bahwa perusahaan tersebut tidak terlibat dalam kegiatan aksi bela Islam 3. Mari kita cermati beberap hal dari kasus di atas. Pertama, memang klarifikasi Sari Roti cenderung kontra produktif. Apakah jika anda menyumbang nasi padang kepada panti asuhan, pengusaha nasi padang perlu mengklarifikasi bahwa rumah makannya tidak ikut serta dalam kegiatan sedekah? Sedangkan anda menyumbang atas nama pribadi pula. Dengan demikian, klarifikasi semacam ini sebenarnya sama sekali tidak penting.  Poin kedua, reaksi kebanyakan umat Muslim terhadap klarifikasi tersebut. Banyak teman saya di media sosial melakukan hal yang sama kontra produktifnya, dengan menandatangi paraf petisi untuk memboikot produk Sari Roti.  Wahai kawan, sudikah engkau berpikir lebih jernih, melihat s

U2 : Untitled Us

Kamu bilang,  Kamulah elang, akulah kunang-kunang Kamu yang penuh gebrakan penghalau hambatan, aku yang penuh gagasan mencerahkan Kamu bilang,  Kamulah warna, akulah makna Terlalu banyak warna itu memusingkan, kataku Dan terlalu banyak makna itu membosankan, katamu Tapi kamu, tanpaku, adalah sajak tanpa rima Indah, tapi tak tertata Dan aku, tanpamu, adalah puisi tanpa spasi Unik, tapi sulit dimengerti Mereka bilang,  Kita serasi sebagai sejoli Aku bilang,  Kita lihat saja nanti

Nenek Soes

Aku pencinta kue soes. Kata nenekku, dari jaman aku masih duduk di bangku TK, tiap kali mampir ke toko roti, yang kucari selalu kue soes. Apalagi kalau menemukan soes vla kuning dengan irisan nangka, wuihh bagiku surga sekali. Dijamin langsung minta dibelikan 2 buah,hehe. Kegemaran itu rupanya terbawa kemanapun aku pergi. Setiap singgah di toko kue kota manapun, yang kutanyakan pertama adalah kue soes.  Sore ini, aku berada di Jogja selama 3 hari ke depan sebagai delegasi kantor mengikuti training regional. Setelah check-in hotel, aku dan teman-teman sepakat mencoba wisata kuliner Bakso Pak Narto yang berada di Jalan Gejayan. Bakso ini memang terkenal enak,  terlebih warungnya bersih.  Kami sedang bercanda sambil menunggu pesanan ketika seorang perempuan seusia nenekku menyapa dengan suara parau.  "Jeng, monggobngersaaken roti sus? Eco lho jeng, kulo damel piyambak" (Mbak, silakan kue sisnya. Enak lho, buatan saya sendiri). Seorang temanku melambaikan tangan dengan sopa

Melodi

Apa yang kalian bayangkan ketika mendengar kata "melodi"? Lagu? Irama? Bagiku, kata "melodi" merangkum semua keindahan, layaknya sebuah orkestra. Apalagi ketika menjadi sebuah nama. Kesan pertamaku adalah pemilik nama ini tentu berparas cantik, anggun, dan tentu saja jauh dari genit. Tapi..rasanya aku harus mengubah persepsiku. Hari ini Pak Wayan, walu kelasku, mengenalkan murid baru di kelas kami, Melodi. Nama boleh saja Melodi, tapi penampilan...aduh, jauh dari manis. Bahkan kesannya jutek. Sst, aku memang laki-laki, tapi teman-temanku mengakui bahwa aku cukup paham urusan cewek, termasuk menebak sifat dan apa maunya cewek. Eh, jangan berprasangka buruk ya. Aku laki-laki normal dan bukan tipe playboy. Hanya saja aku dibesarkan dalam lingkungan kakak adik perempuan, sehingga terbiasa dengan dunia perempuan.  Bel pulang sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Aku merapikan buku dan bergegas keluar kelas. Suasana kelas sudah sepi, hanya ada beberapa anak yang masih be

Raise Your Words, not Your Voice

Tiga bulan terakhir ini, masyarakat dihebohkan dengan kasus penistaan agama dengan tersangka Gubenur DKI Jakarta petahana, Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Saya tidak akan membahas redaksional isi pidato Ahok yang multipersepsi itu, atau substansi gugatan massa terhadap masalah ini. Yang saya ingin telisik lebih dalam adalah cara kita menghadapi konflik. Konflik. Rasanya mustahil jika tidak ada konflik dalam hidup bermasyarakat, terlebih dengan keanekaragaman suku, agama, dan budaya seperti di Indonesia. Jadi, daripada berharap tidak ada konflik, harapan yang lebih realistis adalah bagaimana kita, sebagai orang Indonesia, mengelola konflik.  Pengelolaan konflik erat kaitannya dengan pola pikir. Berarti, ada pola pikir (mindset) tertentu yang harus kita bangun sehingga bisa menghasilkan output berupa pengelolaan konflik, yaitu : 1.Obyektivitas. Cara pengujiannya cukup mudah. Jika yang melakukan kesalahan tersebut adalah orang yang kita sukai/profilnya familiar dengan profil kita, apak

Cipta Rasa Karsa

Berpetualang cipta denganmu Seperti mendulang intan Penuh tantangan, sambil terus memancangkan tujuan Berpetualang rasa untukmu Seperti menghias kain beludru Penuh kehati-hatian, sekaligus harus tepat waktu Dan berpetualang karsa bersamamu Rasanya masih sebatas anganku Entah sampai kapan 'ku harus menunggu Atau, harus kuungkapkan walau jika di dekatmu Hanya kelu yang berlagu?

Cuanki Jumat Pagi

Kuintip tirai jendela ruang tamu berulang-ulang. Diluar masih hujan deras. Hujan, Bandung, sendirian. Perpaduan yang bikin laper daripada baper*. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Belum ada tanda-tanda penjual makanan lewat. Beginilah resiko tinggal di kompleks, pedagang yang lewat depan rumah terbatas, bsik jumlah maupun macamnya. Kalau ingin banyak pilihan, harus keluar kompleks dulu. Dan saat hujan deras begini, tampaknya opsi keluar kompleks_atas nama kelaparan sekalipun_akan kalah dengan selonjoran di rumah, nonton TV sambil menunggu penjual. Perutku mulai keroncongan. Padahal sejam yang lalu sudah kuisi dengan segelas teh hangat dan sepotong roti. Mitos bahwa perut orang Indonesia harus makan nasi dulu baru disebut sudah makan, memang terbukti padaku. Jam 10.00. Jenuh dengan acara TV, kulihat linimasa facebook. Beberapa teman meng-update status tentang liburan mereka bersama pasangan. Nah, yang beginian bikin laper jadi baper. Kapan ya aku seperti mereka? Punya

UGD

Kau inginkan yang semenyilaukan mentari Sedangkan ia tenggelam di malam hari Maka aku memilih menjadi udara yang ada di tiap hela Kau inginkan yang semenaklukkan halilintar Sedangkan ia sekejap datang dan menghilang Maka aku memilih menjadi gerimis yang setia dalam pahit dan manis Kau inginkan yang semempesona kota wisata Sedangkan ia persinggahan belaka Maka aku memilih menjadi dermaga tempatmu pulang usai bertualang Udara.Gerimis.Dermaga. Tiga peran sederhana  yang membuat bahagiamu bermakna