Menantu di Mata Mertua

Dilihat dari judulnya, apakah anda mengenali sesuatu yang tak lazim? Ya, betapa selama ini masyarakat lebih sering membahas persepsi mertua di mata menantu. Mertua yang galak, cuek, pelit, bawel, dsb. Meskipun banyak pula mertua yang baik hati dan suka menolong, tetap saja bahasan plnegatif yang lebih populer. Dan, meski belum tentu mewakili keadaan populasi, bahasan negatif tentang mertua seolah menjadi sampel yang perannya signifikan.

Tulisan ini terinspirasi dari kisah nyata. Tentang seorang mertua yang sabar dan sholehah. Terhaap menantu, dia menganggapnya seprri anak sendiri. Pembagian kasih sayang (dan materi) juga adil. Misalnya, ketika ibu mertua pulang dari bepergian, dia tidak membedakan antara oleh-oleh untuk anak maupun menantu. Lalu, dia juga bersedia membantu pekerjaan rumah ketika berkunjung ke menanti perempuan. Aku yang hanya menyaksikan beberapa adegan saja dibuat meleleh (dan jadi berharap segera menikah untuk segera mempunyai ibu mertua sebaik dia).

Tetapi, di dunia ini memang tidak ada yang sempurna kan ya? Ibu mertua itu adalah adik nenekku. Aku memanggilnya necil (nenek kecil). Sudah 5 tahun necil menjadi mertua. Saya yakin suka duka yang dirasakannya adalah hal yang lumrah. Meskipun demikian, hari ini ada hal yang baru kusadari. Necil yang sekarang tak seceria dulu. Ada apa gerangan?

Setelah kutelusuri pelan-pelan, akar permasalahannya  ada pada hubungan necil dengan menantunya. Bukan karena beliau cemburu karena perhatian anak lelakinya berpindah, tapi lebih kepada perlakuan sang menantu terhadapnya. Meski bercerita dengan tenang, sepertinya necil menyembunyikan ketidaknyamanan kepada menantunya. Ternyata dugaanku benar. Necil merasa menantunya kurang pengertian. "Entahlah, nduk, necil sudah berusaha membantu dia mengurus anak-anak, tapi kok ya dia nggak pernah mengunjungi aku kalau bukan karenaenjemput anak-anak? Belum lagi kalau galaknya muncul, semua orang yang ditemuinya menjadi sasaran. Necil juga pernah dibentak wakti bersikeras melarangnya mencubit anak, dengan alibi sebagai bagian dari pendidikan.

Jadi, ternyata ada kasus dimana mertua merasa sebagai pihak yang "dikalahkan" oleh menantu. 


Comments

Popular posts from this blog

Cultural Leadership

Menjemput Impian

Dear Future Hubby